Selasa, 17 Januari 2017

journal psychology and stroke pdf

JOURNAL FREE stroke

dengan bermaksud memberikan arti, penulis melakukan up L journal sesuai kemampuan.
beberapa memang belum sesuia harapan. semoga bermanfaat.

penulis ucapkan terimakasih pada pihak yang terkait dalam kelancaran kegiatan ini.


 psychology america
american psychology assotiation
british psychology society
psychology australia


Stroke:  
Gejala dan Penatalaksanaan Ismail Setyopranoto Kepala Unit  Stroke  RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia 

PENDAHULUAN Stroke  adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan di- sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak,  stroke  sekunder  karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA,  1986). Stroke  dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak.  Stroke  iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). 

Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada  stroke  disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut.  Stroke  hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno  et al., 2000). 

 EPIDEMIOLOGI  STROKE Pada 1053 kasus  stroke  di 5 rumah sakit di Yogya- karta angka kematian tercatat sebesar 28.3%; sedangkan pada 780 kasus  stroke  iskemik adalah 20,4%, lebih banyak pada laki-laki.  Mortalitas pasien  stroke  di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta men- duduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat  stroke  hemo- ragik, 47,37% akibat  stroke  iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998). Penelitian prospektif tahun 1996/1997 men- dapatkan 2.065 pasien  stroke  dari 28 rumah sakit di Indonesia (Misbach, 2000). Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa  stroke  merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke  rata-rata adalah 0,8%, tertinggi  1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan  terendah 0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007).  Di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak berdirinya pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah kasus terutama  stroke  iskemik akut  (Tabel 1). (Laporan Tahunan Unit  Stroke, 2009). 

 PATOLOGI   STROKE Infark Stroke infarct  terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per menit, akan terjadi rangkai- an perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel membentuk daerah infark. Perdarahan Intraserebral Kira-kira 10%  stroke  disebabkan oleh perdarah- an intraserebral. Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Tabel 2.  Faktor Risiko  Stroke Bisa dikendalikan Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoa- gulan, dan angiopati amiloid. Perdarahan Subaraknoid Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arteri- vena atau tumor. 

FAKTOR RISIKO  STROKE Beban akibat  stroke  mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan dan pera- watan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup (Currie  et al., 1997). Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko dilaksanakan dengan ketat (Cohen, 2000).  (Tabel 2 ). Potensial bisa dikendalikan  Hipertensi  Penyakit  Jantung  Fibrilasi  atrium  Endokarditis  Stenosis  mitralis  Infark  jantung  Merokok Anemia sel sabit Transient Ischemic Attack (TIA)  Diabetes  Melitus  Hiperhomosisteinemia Hipertrofi ventrikel kiri  Stenosis  karotis  asimtomatik. 

Tidak bisa dikendalikan  Umur  Jenis  kelamin  Herediter  Ras  dan  etnis  Gen.


TANDA DAN GEJALA STROKE Serangan  stroke  jenis apa pun akan menimbul- kan defisit neurologis yang bersifat akut (De Freitas  et al., 2009) 

 Tanda dan gejala stroke (De Freitas  et al., 2009)   
Tanda dan Gejala  Hemidefisit  motorik,  Hemidefisit  sensorik,  Penurunan  kesadaran, Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral, Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan ber bahasa  (afasia) dan gangguan fungsi intelektual  (demensia), Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia),  Defisit  batang  otak. 

PENATALAKSANAAN  ( PERDOSSI, 2007 ): STADIUM HIPERAKUT Tindakan pada stadium ini dilakukan di Insta- lasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan  CT scan  otak, elektro- kardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,  protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elek- trolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah.   Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang. 

STADIUM AKUT Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor- faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. 

Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke  terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan  keluarga. 

Stroke  Iskemik Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. 

Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksi- gen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elek- trolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengan- dung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik. 

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin  drip  intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) di- atasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. 

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan  pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik  ≥220 mmHg, diastolik  ≥120 mmHg,  Mean Arterial Blood Pressure  (MAP)  ≥  130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitro- prusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik  ≤ 90 mm Hg, diastolik  ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama  4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum ter- koreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg,  dapat diberi  dopamin  2-20  μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik  ≥  110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per   hari; 

dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound  atau keadaan umum memburuk, di- lanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alter- natif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid. 

Terapi khusus: Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet  seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). 

Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia). Stroke Hemoragik Terapi umum Pasien  stroke  hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan ke- adaan  klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hema- toma bertambah. 

Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30derajat, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan  stroke  iskemik), dan hiperventilasi (pCO2  20-35 mmHg). 

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke  iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton; 

komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. 

Terapi khusus Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang ber- sifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidro- sefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarah- an lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.   

Pada perdarahan subaraknoid, dapat diguna-kan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneu- risma atau malformasi arteri-vena (arteriove- nous malformation, AVM). 

STADIUM SUBAKUTTindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). 

Meng-ingat perjalanan penyakit yang panjang, di- butuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.  

Terapi fase subakut:- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,- Penatalaksanaan komplikasi,- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi, - Prevensi sekunder- Edukasi keluarga dan Discharge Planning


SIMPULANTujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah: (1) meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, (2) men-cegah secara dini komplikasi neurologik mau- pun medik, dan (3) mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prog- nosis pasien diharapkan akan lebih baik.  Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium akut; makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya. 


DEFTAR PUSTAKA1. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset. In 
Cohen SN. 
Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87.2. Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In 
Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.3. Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of acute hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. Stroke 1997;28: 1142-6. 4. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier BV, 2009.5. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.. Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations 2003. 6. Lamsudin R. Stroke profile in Yogyakarta: morbidity, mortality, and risk factor of stroke. In: Lamsudin R, Wibowo S, Nuradyo D, Sutarni S. (eds). Recent Management of Stroke. BKM 1998; Suppl XIV: 53-69.     7. Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J Indonesia 2000; 9: 29-34. 8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2007 9. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007.10. Toole JF. Cerebrovascular Disorder. 4th ed. Raven Press. New York. 1990.11. WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986.