JOURNAL FREE stroke
dengan bermaksud memberikan arti, penulis melakukan up L journal sesuai kemampuan.
beberapa memang belum sesuia harapan. semoga bermanfaat.
penulis ucapkan terimakasih pada pihak yang terkait dalam kelancaran kegiatan ini.
psychology america
american psychology assotiation
british psychology society
psychology australia
dengan bermaksud memberikan arti, penulis melakukan up L journal sesuai kemampuan.
beberapa memang belum sesuia harapan. semoga bermanfaat.
penulis ucapkan terimakasih pada pihak yang terkait dalam kelancaran kegiatan ini.
psychology america
american psychology assotiation
british psychology society
psychology australia
Stroke:
Gejala dan Penatalaksanaan Ismail Setyopranoto Kepala Unit Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
PENDAHULUAN Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan di- sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986). Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003).
Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000).
EPIDEMIOLOGI STROKE Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogya- karta angka kematian tercatat sebesar 28.3%; sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah 20,4%, lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta men- duduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemo- ragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998). Penelitian prospektif tahun 1996/1997 men- dapatkan 2.065 pasien stroke dari 28 rumah sakit di Indonesia (Misbach, 2000). Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007). Di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak berdirinya pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah kasus terutama stroke iskemik akut (Tabel 1). (Laporan Tahunan Unit Stroke, 2009).
PATOLOGI STROKE Infark Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per menit, akan terjadi rangkai- an perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel membentuk daerah infark. Perdarahan Intraserebral Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarah- an intraserebral. Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Tabel 2. Faktor Risiko Stroke Bisa dikendalikan Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoa- gulan, dan angiopati amiloid. Perdarahan Subaraknoid Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arteri- vena atau tumor.
FAKTOR RISIKO STROKE Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan dan pera- watan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup (Currie et al., 1997). Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko dilaksanakan dengan ketat (Cohen, 2000). (Tabel 2 ). Potensial bisa dikendalikan Hipertensi Penyakit Jantung Fibrilasi atrium Endokarditis Stenosis mitralis Infark jantung Merokok Anemia sel sabit Transient Ischemic Attack (TIA) Diabetes Melitus Hiperhomosisteinemia Hipertrofi ventrikel kiri Stenosis karotis asimtomatik.
Tidak bisa dikendalikan Umur Jenis kelamin Herediter Ras dan etnis Gen.
TANDA DAN GEJALA STROKE Serangan stroke jenis apa pun akan menimbul- kan defisit neurologis yang bersifat akut (De Freitas et al., 2009)
Tanda dan gejala stroke (De Freitas et al., 2009)
Tanda dan Gejala Hemidefisit motorik, Hemidefisit sensorik, Penurunan kesadaran, Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral, Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan ber bahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual (demensia), Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia), Defisit batang otak.
PENATALAKSANAAN ( PERDOSSI, 2007 ): STADIUM HIPERAKUT Tindakan pada stadium ini dilakukan di Insta- lasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektro- kardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elek- trolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
STADIUM AKUT Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor- faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksi- gen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elek- trolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengan- dung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) di- atasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitro- prusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum ter- koreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari;
dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, di- lanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alter- natif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus: Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia). Stroke Hemoragik Terapi umum Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan ke- adaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hema- toma bertambah.
Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30derajat, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang ber- sifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidro- sefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarah- an lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat diguna-kan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneu- risma atau malformasi arteri-vena (arteriove- nous malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUTTindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Meng-ingat perjalanan penyakit yang panjang, di- butuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,- Penatalaksanaan komplikasi,- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi, - Prevensi sekunder- Edukasi keluarga dan Discharge Planning
SIMPULANTujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah: (1) meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, (2) men-cegah secara dini komplikasi neurologik mau- pun medik, dan (3) mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prog- nosis pasien diharapkan akan lebih baik. Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium akut; makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya.
DEFTAR PUSTAKA1. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset. In
Cohen SN.
Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87.2. Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In
Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.3. Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of acute hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. Stroke 1997;28: 1142-6. 4. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier BV, 2009.5. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.. Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations 2003. 6. Lamsudin R. Stroke profile in Yogyakarta: morbidity, mortality, and risk factor of stroke. In: Lamsudin R, Wibowo S, Nuradyo D, Sutarni S. (eds). Recent Management of Stroke. BKM 1998; Suppl XIV: 53-69. 7. Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J Indonesia 2000; 9: 29-34. 8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2007 9. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007.10. Toole JF. Cerebrovascular Disorder. 4th ed. Raven Press. New York. 1990.11. WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986.